Para ulama menyepakati untuk tidak mengeluarkan sertifikat halal bagi produk yang berasosiasi dengan daging babi. Hal tersebut ditegaskan dalam sidang Komisi Fatwa MUI yang digelar baru-baru ini di Jakarta.
Banyaknya pertanyaan seputar konsumsi produk haram yang muncul dalam versi halal membuat MUI mengambil langkah tegas. Misalnya produk minuman yang dikeluarkan dalam versi halal yang telah ditolak tegas oleh Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Dr.H. Hasanuddin AF awal bulan ini.
Dalam kesempatan itu Hasanuddin menyatakan bahwa MUI tidak akan memberikan label halal untuk produk champagne ataupun sejenisnya. Walaupun minuman tersebut secara zat tidak mengandung sesuatu yang haram dan telah memperoleh label halal dari negara produsen.
Sedangkan kini untuk menanggapi isu makanan yang berasosiasi dengan babi, para ulama pun kembali menggelar sidang Komisi Fatwa MUI. Dalam keputusan sidang tersebut disepakati dengan suara bulat, tidak akan mengeluarkan Sertifikat Halal (SH) untuk produk-produk yang berasosiasi dengan babi. Meskipun produk itu jelas halal alias tidak mengandung babi.
Beberapa produk yang berasosiasi babi contohnya seperti produk makanan dengan rasa atau aroma daging babi, minyak samin dengan cap atau merek babi, dan produk dengan kemasan bergambar babi. Demikian juga untuk produk-produk yang dipromosikan dengan ilustrasi babi.
Dengan penegasan tersebut tidak berarti bahwa MUI mengharamkan produk-produk semacam itu beredar. Menurutnya jika pihak produsen minyak samin tersebut menggunakan cap dengan merek bergambar babi, atau mempromosikannya dengan ilustrasi gambar babi karena akan dijual di luar negeri seperti Cina, MUI tidak akan mengharamkannya atau melarangnya. Namun, MUI juga tidak akan mengeluarkan Sertifikat Halal.
"Kami di Komisi Fatwa MUI menegaskan tidak akan melakukan proses sertifikasi dan mengeluarkan Sertifikat Halal untuk produk yang berasosiasi dengan babi," ujar Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA., Ketua Komisi Fatwa MUI.
Adapun yang menjadi alasan tidak dikeluarkannya sertifikasi halal tersebut Guru besar Universitas Islam Negeri Jakarta ini pun menjelaskan, "Pertama, babi itu diharamkan secara mutlak dengan dalil atau nash syar'i yang tegas. Kedua agar tidak membuat syubhat, menimbulkan keraguan dan membingungkan bagi masyarakat. Sebagai tindakan preventif, menjaga, menutup pintu, agar tidak menyerempet-nyerempet kepada hal yang diharamkan dalam agama. Dalam kaidah Ushul Fiqh ini disebut sebagai Saddudz dzari'ah, mencegah keburukan, atau menutup peluang, kemungkinan kepada perbuatan dosa yang dilarang agama."
Penegasan larangan ini dikemukakan karena adanya permintaan proses sertifikasi halal dari produsen sebuah produk makanan yang akan menggunakan merek dengan gambar Piglet Babi. Menurut Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur Bidang Sertifikasi Halal LPPOM MUI logo tersebut dipilih produsen karena beranggapan dapat menarik konsumen terutama anak-anak. Dimana piglet babi telah akrab dengan anak-anak lewat tokoh kartun di animasi Winnie de Pooh. Padahal untuk produknya sendiri tidak memiliki kandungan bahan yang diharamkan tersebut.
Banyaknya pertanyaan seputar konsumsi produk haram yang muncul dalam versi halal membuat MUI mengambil langkah tegas. Misalnya produk minuman yang dikeluarkan dalam versi halal yang telah ditolak tegas oleh Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Dr.H. Hasanuddin AF awal bulan ini.
Dalam kesempatan itu Hasanuddin menyatakan bahwa MUI tidak akan memberikan label halal untuk produk champagne ataupun sejenisnya. Walaupun minuman tersebut secara zat tidak mengandung sesuatu yang haram dan telah memperoleh label halal dari negara produsen.
Sedangkan kini untuk menanggapi isu makanan yang berasosiasi dengan babi, para ulama pun kembali menggelar sidang Komisi Fatwa MUI. Dalam keputusan sidang tersebut disepakati dengan suara bulat, tidak akan mengeluarkan Sertifikat Halal (SH) untuk produk-produk yang berasosiasi dengan babi. Meskipun produk itu jelas halal alias tidak mengandung babi.
Beberapa produk yang berasosiasi babi contohnya seperti produk makanan dengan rasa atau aroma daging babi, minyak samin dengan cap atau merek babi, dan produk dengan kemasan bergambar babi. Demikian juga untuk produk-produk yang dipromosikan dengan ilustrasi babi.
Dengan penegasan tersebut tidak berarti bahwa MUI mengharamkan produk-produk semacam itu beredar. Menurutnya jika pihak produsen minyak samin tersebut menggunakan cap dengan merek bergambar babi, atau mempromosikannya dengan ilustrasi gambar babi karena akan dijual di luar negeri seperti Cina, MUI tidak akan mengharamkannya atau melarangnya. Namun, MUI juga tidak akan mengeluarkan Sertifikat Halal.
"Kami di Komisi Fatwa MUI menegaskan tidak akan melakukan proses sertifikasi dan mengeluarkan Sertifikat Halal untuk produk yang berasosiasi dengan babi," ujar Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA., Ketua Komisi Fatwa MUI.
Adapun yang menjadi alasan tidak dikeluarkannya sertifikasi halal tersebut Guru besar Universitas Islam Negeri Jakarta ini pun menjelaskan, "Pertama, babi itu diharamkan secara mutlak dengan dalil atau nash syar'i yang tegas. Kedua agar tidak membuat syubhat, menimbulkan keraguan dan membingungkan bagi masyarakat. Sebagai tindakan preventif, menjaga, menutup pintu, agar tidak menyerempet-nyerempet kepada hal yang diharamkan dalam agama. Dalam kaidah Ushul Fiqh ini disebut sebagai Saddudz dzari'ah, mencegah keburukan, atau menutup peluang, kemungkinan kepada perbuatan dosa yang dilarang agama."
Penegasan larangan ini dikemukakan karena adanya permintaan proses sertifikasi halal dari produsen sebuah produk makanan yang akan menggunakan merek dengan gambar Piglet Babi. Menurut Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur Bidang Sertifikasi Halal LPPOM MUI logo tersebut dipilih produsen karena beranggapan dapat menarik konsumen terutama anak-anak. Dimana piglet babi telah akrab dengan anak-anak lewat tokoh kartun di animasi Winnie de Pooh. Padahal untuk produknya sendiri tidak memiliki kandungan bahan yang diharamkan tersebut.
sumber :http://www.detikfood.com/read/2011/11/28/171850/1777468/901/produk-berasosiasi-babi-tidak-dapat-peroleh-sertifikat-halal?dthlutama
No comments:
Post a Comment